SEKITAR setahun belakangan ini, sebagian produsen mebel mengeluh. Selain
mesti bersaing ketat dengan mebel buatan Cina, Thailand, Malaysia, dan Vietnam,
untuk pasar ekspor, pasar dalam negeri pun mulai dibanjiri mebel buatan Cina.
Lalu, ke mana produsen mebel mesti melempar produknya?
PADAHAL dari sisi bahan baku dan sumber
daya manusianya, Indonesia
sebenarnya memiliki semua potensi yang diperlukan. Di sini ada kayu, bambu,
rotan, eceng gondok, dan pelepah pisang. Para
perajinnya pun tak kalah banyak dan pandainya. Soal ide juga tak bakal habis
dikuras karena melimpahnya motif-motif etnik dari Sabang sampai Merauke.
Lalu, mengapa mebel Indonesia
mesti khawatir dengan serbuan dari Cina? Oleh karena dari sisi harga, mebel produksi
Indonesia
tak lagi bisa semurah buatan Cina. Di samping ongkos tenaga kerja di Cina lebih
murah daripada Indonesia,
"budaya" menjiplak dari para produsen mebel sendiri memberi andil
terhadap situasi buruk industri mebel.
Yos S Theosabrata, Ketua Umum Indonesia Furniture Club, bercerita, pada
tahun 1998 ketika krisis moneter melanda, justru mebel kayu ukir model Jepara
mengalami masa jayanya. "Mebel-mebel reproduksi merupakan kekuatan Indonesia
karena kita mempunyai perajin-perajin ukir terbaik. Sayangnya, reputasi ini
tidak dipertahankan, antara lain karena ulah sebagian produsen mebel
sendiri," katanya.
Persaingan di antara sebagian produsen mebel bukan dalam arti saling
meningkatkan kualitas dan kreativitas, namun malah saling menghancurkan dengan membanting
harga yang otomatis juga menurunkan kualitasnya. "Kalau dulu orang
mengenal Jepara dengan kehalusan ukirannya, sekarang ini bisa dikatakan
reputasi Jepara sudah cemar. Ukirannya dibuat asal-asalan dengan kualitas kayu
yang buruk. Itu dilakukan demi mengejar harga murah," tutur Yos.
Ekspor mebel dengan kualitas semacam itulah yang menjatuhkan industri
mebel Indonesia.
Para pembeli dari luar negeri lalu kapok dengan kualitas produksi mebel Indonesia
meskipun harganya memang murah. Kondisi semacam ini masih ditambah lagi dengan
kurangnya kreativitas dari sebagian produsen sehingga pembeli pun bosan dengan
desain mebel yang relatif tak berubah sampai sekitar akhir tahun 2001.
Pengusaha mebel yang berbisnis dengan cara semacam itu biasanya hanya
berpikir keuntungan sesaat, dan tak peduli dengan kesinambungan industri mebel
di Tanah Air. Mereka juga tak peduli bahwa tindakannya tersebut mengakibatkan
produsen mebel dengan kualitas dan reputasi bisnis baik akan terkena dampak
buruknya.
Selain persaingan tak sehat di antara sesama produsen mebel, efisiensi
produksi sebagian pengusaha mebel juga tak memadai. Akibatnya, ongkos
produksinya tinggi hingga tak mampu bersaing dengan produk mebel dari negara
lain. "Ini belum termasuk unsur kayu curian dan penyelundupan kayu
gelondongan ke luar Indonesia,"
ujar Yos.
AGAR produsen bisa bertahan dari kondisi industri mebel semacam itu,
salah satu caranya adalah dengan memompa kreativitas. Bila produk yang
dihasilkan unik, nyaman digunakan, relatif indah dipandang, dan kualitasnya pun
memadai, pastilah ada konsumen yang melirik. Salah satu mebel yang tergolong
baru adalah Accupunto. Mebel dengan kerangka dari metal, dengan dudukan dan
sandaran yang terbuat dari tonjolan-tonjolan plastik ini berkesan ringan dan
modern.
Perabotan ini tak seperti umumnya mebel produk Indonesia yang
terbuat dari kayu, rotan, maupun bambu. "Waktu membuat produk ini, saya
tidak berpikir mau memakai bahan baku
utama apa. Yang terpikir hanya membuat tempat duduk yang nyaman dan mampu
menopang bentuk tubuh," kata Yos Theosabrata, Direktur Utama Accupunto,
yang sebelumnya menggeluti usaha mebel perkantoran.
Berbagai tempat duduk, baik yang menggunakan sandaran dan dudukan busa,
bambu, maupun jalinan rotan sudah dicobanya, namun Yos tak puas. Alasannya,
dudukan dan sandaran itu masih kurang pas untuk menopang bentuk tubuh secara
keseluruhan.
"Idenya sederhana sekali. Ketika berpikir, saya suka
memencet-mencet bolpoin ke kepala. Selain terasa enak, saya juga berharap ada
sesuatu yang keluar dari isi kepala ini. Konsep per atau spiral pada bolpoin
itu lalu saya coba terapkan untuk kursi. Saya pikir, orang bisa duduk dengan
sandaran dan dudukan yang bisa juga berfungsi seperti pijat akupunktur,"
tuturnya.
Yos membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk mendapatkan ide tersebut.
Dia lalu mencoba membuat kursi dengan berbagai material, sebelum akhirnya
merasa pas dengan dudukan dan sandaran elastis yang terbuat dari buah-buah
plastik. Buah-buah plastik tersebut dianyam sedemikian rupa hingga mampu
menopang tubuh orang yang mendudukinya. "Pada awalnya, kerangkanya terbuat
dari kayu. Tetapi, kami melihatnya kurang luwes, di samping juga membuat kursi
itu terkesan berat dan besar," ujarnya.
Dia lalu mengajak anaknya, Leonard Theosabrata, lulusan produk desain,
guna memikirkan kerangka yang pas untuk jalinan plastik elastis buatannya.
Leonard memilih kerangka dari metal. Alasannya, bahan metal bisa dikatakan
punya sifat yang sama dengan plastik, yaitu sangat fleksibel bentuk dan
ukurannya, serta berkesan ringan.
"Metal juga tidak berkesan mendominasi. Sebab, kami ingin justru
anyaman buah-buah plastik itu yang menonjol, dan kerangka metalnya hanya
menjadi struktur untuk menonjolkan keindahan sistem anyamannya," kata
Leonard, Direktur Accupunto.
Dia lalu memilih desain modern yang minimalis. Artinya, tak banyak
pernik digunakan untuk kerangkanya. Hal ini juga berkaitan dengan konsep
penonjolan pada sistem anyaman buah-buah plastiknya. Makanya, buah-buah
plastiknya juga lebih beragam warnanya, mulai dari oranye, abu-abu, putih
transparan, sampai merah marun gelap dan biru gelap.
"Sebetulnya kerangka metalnya pun bisa diberi bermacam-macam warna,
tetapi untuk sementara ini kami baru memproduksi stainless steel yang mengkilat
dan yang dof dengan powder coating," ujar Leonard menambahkan.
Struktur anyaman buah-buah plastiknya pun terus mengalami perbaikan,
hingga memungkinkan mengalirnya udara di sela-sela buah plastik tersebut.
"Kami ingin tempat duduk ini tak sekadar enak diduduki, tetapi juga
menunjang kesehatan. Makanya, sampai sirkulasi udaranya pun
diperhitungkan," cetus Yos.
PRODUK Accupunto pertama kali dipamerkan pada Pameran Produksi Ekspor,
Oktober 2002. Yos cukup senang karena lumayan banyak orang yang tertarik
membelinya. Namun, dia belum siap untuk memproduksi dalam jumlah besar.
Alasannya, untuk menganyam buah-buah plastiknya, diperlukan keahlian
tersendiri. "Anyaman itu dikerjakan dengan cara manual karena tingkat
kesulitannya masih tinggi."
Yos mengakui, hingga kini dia belum menemukan teknologi yang pas untuk
struktur anyaman buah-buah plastiknya. Dia kini dibantu sekitar 50 karyawannya
yang khusus bertugas untuk mengerjakan struktur anyaman buah-buah plastiknya.
"Skala produksi saya sekarang ini baru mencapai sekitar 100.000 dollar AS
per bulan, tahun 2004 saya berharap bisa naik menjadi 500.000 dollar,"
kata Yos.
Dia merasa optimis sebab ketika produk tersebut turut berpameran di Koln, Jerman, Januari lalu, Accupunto termasuk dalam 10
produk terbaik pada pameran internasional tersebut. Yos lalu membawa Accupunto
dalam berbagai kompetisi desain produk, di antaranya Penghargaan Red Dot, juga
di Jerman.
"Ada 1.494 produk desain dari 28 negara yang mengikuti kompetisi
Red Dot, dan kami terpilih di antara 339 penerima penghargaan Red Dot tahun
2003 ini," ujarnya.
Dengan mengantongi penghargaan Red Dot, berarti Yos bisa memasang logo
Red Dot pada produk mebelnya. Logo tersebut penting untuk membangun citra
produknya, terutama untuk pasar Eropa. Dia juga segera mendaftarkan penemuan
struktur anyaman buah-buah plastiknya yang menopang tubuh tersebut untuk
mendapatkan hak patennya.
"Saya memerlukan hak paten itu lebih sebagai pengakuan. Kalau
nantinya produk Accupunto dijiplak orang lain, ya biar saja. Bagaimanapun,
untuk urusan mebel, orang masih akan menomorsatukan fungsi, kenyamanan, dan
artistiknya. Sebagian orang juga akan merasa gengsi kalau membeli mebel
jiplakan, bukan yang asli," kata Yos.
Sampai sekarang, Accupunto mempunyai delapan desain produk yang dijual
sekitar Rp 1,5 juta-Rp 2,5 juta per buah. Walaupun bahan bakunya fleksibel,
desain produknya cenderung sederhana. "Pengembangan desain pasti saya
lakukan, tetapi prinsipnya tetap penonjolan pada sistem anyamannya, bukan
kerangka atau bagian lainnya," ujar Leonard. (CP)
(bid/berbagai sumber)